Sabtu, 07 Januari 2012

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


A. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Pengertian Sejarah
Kuntowijoyo menyatakan bahwa secara etimologis, sejarah berasal dari bahasa Arab "syajara", yang berarti "terjadi", atau "syajarah", yang berarti "pohon", atau "syajarah al-nasab", yang berarti pohon
silsilah. Dalam bahasa latin dan Yunani, sejarah berasal dari kata historia, yang berarti orang pandai.[1] Sedangkan menurut Zuhairini, kata sejarah dalam bahasa Arab disebut tarikh, secara etimologis berarti ketentuan masa dan perhitungan tahun. Sehingga yang dimaksud ilmu tarikh adalah suatu pengetahuan yang gunanya untuk mengetahui kejadian-kejadian yang sudah lampau maupun yang sedang terjadi saat ini.[2]Sementara dalam bahasa Inggris, kata ini disebut history, yang berarti pengalaman masa lampau daripada umat manusia (the past experience of mankind), perkembangan segala sesuatu dalam suatu masa (the development of everything in time).[3]Secara terminologis, ada yang mengartikan sejarah sebagai keterangan yang telah terjadi dikalangan umat manusia pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada.[4]

Pengertian Pendidikan
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab "Tarbiyah" dengan kata kerjanya "Robba" yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara. [5] Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. [6]
pendidikan bukan hanya bersifat formal saja, tetapi mencakup juga non formal. Dengan demikian, pendidikan adalah :
Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadi rohani (pikir, rasa, karsa dan budi nurani) dengan jasmani (panca indera serta ketrampilan-keterampilan)
Lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, system dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga, sekolah, masyarakat dan negara[7]
Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis.[8]

Sejarah Pendidikan Islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari satu waktu ke waktu lain sejak zaman lahirnya islam sampai sekarang.[9]Dapat dirumuskan bahwa sejarah pendidikan islam adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia dibawah sinar bimbingan ajaran islam, yaitu yang bersumber dan berpedomankan ajaran islam sebagaimana termaktub dalam al-Qur'an dan terjabar dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad Saw menyampaikan (membudayakan) ajaran tersebut kepada umatnya.[10]
B. Manfaat Sejarah Pendidikan Islam
Dengan mengkaji sejarah akan bisa memperoleh informasi tentang pelaksanaan pendidikan islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali tentang pendidikan islam.
Dari sejarah dapat diketahui segala sesuatu yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan islam dengan segala ide, konsep, intitusi, sistem, dan operasionalisnya yang terjadi dari waktu ke waktu, jadi sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberikan romantisme tetapi lebih dari itu merupakan refleksi historis.
Sebagai faktor keteladanan, cermin, pembanding, dan perbaikan keadaan. Sebagai faktor keteladanan dapat dimaklumi karena al-Qur'an sebagai sumber ajaran islam banyak mengandung nilai kesejarahan sebagai teladan.
Umat islam dapat meneladani proses pendidikan islam semenjak zaman kerasulan Muhammad saw, Khulafaur Rasyidin, ulama-ulama besar dan para pemuka gerakan pendidikan islam.
Manusia dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian masa lampau sehingga tarikh itu bagi masa menjadi cermindan dapat diambil manfaatnya khususnya bagi perkembangan pendidikan islam.
Adapun kegunaan sejarah pendidikan islam yang bersifat akademis diharapkan dapat :
Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.
Mengambil manfaat dari proses pendidikan islam, guna memecahkan problematika pendidikan islam pada masa kini.
Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan- pembaharuan sistem pendidikan islam.[11]

C. Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam
Periodisasi pendidikan islam terbagi menjadi 5 (lima):[12]
Periode pembinaan pendidikan islam, yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad Saw
merupakan prototipe yang terus menerus dikembangkan umat islam
belum sistematis
diartikan pembudayaan ajaran islam yaitu memasukkan ajaran-ajaran islam dan menjadikannya sebagai sebagai unsur budaya bangsa arab dan menyatu di dalamnya.
Terbentuk sistem budaya islam[13]
Periode pertumbuhan pendidikan islam, yang berlangsung sejak Nabi Muhammad Saw wafat sampai akhir Bani Umayyah.
diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliyah
Mengangkat dan menunjuk guru-guru di setiap daerah yang bertugas untuk mengajarkan alquran dan ajaran islam
Sahabat diperbolehkan meninggalkan madinah untuk mengajarkan ilmu
Pembudayaan ajaran agama islam ke dalam lingkungan budaya bangsa-bangsa secara luas[14]
Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan islam, yang berlangsung sejak permulaan daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad.
Diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah dan timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan islam
Berkembang pesatnya kebudayaan islam secara mandiri
Ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam berkembang secara pesat
Awalnya perpaduan unsur-unsur budaya islam dengan budaya bangsa romawi, persia dll.
Kemajuan bukan hanya di bidang ilmu agama islam tetapi juga ilmu pengatahuan secara umum[15]
Periode kemunduran pendidikan islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad samapai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon.
Yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat
Telah berlebihnya filsafat
Para pemimpin melalaikan ilmu pengetahuan
Banyak terjadi pemberontakan dean serangan dari luar
Mengalami stagnasi[16]
Periode pembaharuan pendidikan islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini.
Ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan islam
Awal di khalifah turki usmani, karena kekalahan kerajaan turki usmani dalam perang melawan eropa
Sultan ahmad III mengirimkan duta untuk mengamati keunggulan barat
Dipelopori oleh muhammad Ali
Madrasah didirikan sebagai respon terhadap dualisme sistem pendidikan islam tradisional dan pendidikan modern

2. Coba saudara jelaskan tentang model pengajaran dan kurikulum yang diterapkan pada masa Nabi Muhammad Saw dan Khalifah Umar bin Khattab ?
Jawab :

Pelaksanaan pendidikan islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu : (1) fase Mekkah, awal pembinaan pendidikan islam dan sebagai pusat kegiatannya, dan (2) fase Madinah, fase lanjutan (penyempurnaan) pendidikan islam dan sebagai pusat pendidikannya.[17]

Fase Mekkah
Model pengajaran
Metode pendidikan tauhid, pelaksanaannya secara sembunyi-sembunyi selama 3 tahun dan terbuka setelah turunnya wahyu
Metode pengajaran al-Qur'an, pertama kali dilakukan di rumah Arqam bin Abi Al-Arqam, membaca dan memahami isi kandungannya dengan jalan berudarasah dan bertadarus
Kurikulum, meliputi :

  • Pendidikan keagamaan
  • Pendidikan aqliyah dan ilmiah
  • Pendidikan akhlak
  • jasmani (kesehatan) [18]


Fase Madinah
Model pengajaran
Pendidikan al-Qur'an, dengan menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur'an
Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan, dengan memberikan contoh dan keteladanan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari
Kurikulum, meliputi :

  • Pendidikan ukhuwah
  • Pendidikan kesejahteraan sosial
  • Pendidikan kesejahteraan keluarga
  • Pendidikam hankam (pertahanan dan keamanan) 
  • Dakwah islam[19]

Pada masa Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, dan mengalami perluasan wilayah kekuasaan. Meluasnya wilayah islam ini memberikan konsekuensi bahwa wilayah penyebaran ajaran islam pun semakin meluas. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan islam yang tepat dituntut dari berbagai aspek. Berkaitan dengan masalah pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah. Ia juga menerapkan pendidikan di masjid dan pasar-pasar, serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan. Para guru itu bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran islam lainnya. Adapun model yang mereka pakai, guru duduk dihalaman dan anak murid melingkarinya. [20]

3. Apa faktor yang melatarbelakangi kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa keemasan islam (golden age)!
Jawab :

Faktor-faktor yang melatarbelakangi kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa golden age antara lain, yaitu :

  1. Terjadinya asimilasi antara bangsa arab dengan bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Pengaruh Persia sangat kuat dibidang pemerintahan, selain itu juga berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
  2. Gerakan terjemah yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Harun Al-Rasyid, dalam menerjemah karya-karya di bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa khalifah Al-Ma'mun hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
  3. Masa kejayaan ini ditandai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam secara mandiri.Dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas yang merupakan pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pada masa ini pendidikan Islam berkembang sebagai akibat dari hal tersebut dan merupakan jawaban terhadap tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan dan kemajuan-kemajuan budaya Islam sendiri yang berlangsung sangat cepat. Tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam dengan cepat, merupakan ciri pendidikan Islam masa ini. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awalnya memang merupakan perpaduan antara unsur-unsur pembawaan ajaran Islam sendiri dengan unsur-unsur yang berasal dari luar, yaitu dari unsur budaya Persia, Yunani, Romawi, India dan sebagainya. Kemudian dalam perkembangannya potensi atau pembawaan Islam tidak merasa cukup hanya menerima saja unsur  budaya dari luar itu, kemudian mengembangkannya lebih jauh, sehingga kemudian warna dan unsur-unsur Islamnya nampak lebih dominan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan keagamaan saja. Tetapi juga dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan pada umumnya. [21]
  4. Metode berpikir yang digunakan oleh filosof Yunani memberikan motivasi bagi ilmuwan muslim untuk lebih banyak berkarya dalam kemajuan pendidikan Islam, sehingga muncul ilmuwan seperti Jabir ibn Hayyan, Al-Kindi, Al-Razi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Ibnu Umar Khayyam, Ibnu Rusyd, dan sebagainya.[22] 

4. Menurut saudara mengapa perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah berkembang begitu pesat? sebutkan faktor-faktor yang mendukung terjadinya perkembangan ilmu tersebut!
Jawab :

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah berkembang sangat pesat terutama pada masa khalifah Harun al-Rasyid (170-193 H/876-809 M), dengan alasan bahwa pada masa dinasti Abbasiyah berada pada masa puncak kejayaan Islam dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya. Alasan kedua karena pada masa dinasti Abbasiyah khususnya pada masa khalifah Harun al-Rasyid pengembangan ilmu pengetahuan betul-betul diperhatikan, salah satu buktinya dengan didirikannya kuttab sebagai pendidikan dasar hingga Dar al-Hikmah.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Menurut as-Sayuti bahwa zaman pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid seluruhnya merupakan zaman yang penuh dengan kebaikan, semuanya indah seperti pengantin-pengantin baru.Kekayaan banyak dimanfaatkan oleh Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan, disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Al-ma'mun sebagai pengganti Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu pengetahuan, sehingga pada masa pemerintahannya penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Beliau juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan bait al-Hikmah sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang terbesar. Pada masa al-Ma'mun inilah Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan.[23]
Faktor-faktor pendukung terjadinya perkembangan :

  • Dinasti Abbasiyah berada dalam puncak masa kejayaan islam, terutama pada saat khalifah Harun al-Rasyid menjabat sebagai khalifah
  • Pengembangan ilmu pengetahuan benar-benar diperhatikan 
  • Adanya sarana dan prasarana pendidikan yang baik. Itu terbukti dengan adannya kuttab, majelis, masjid hingga Dar al-Hikmah
  • Aktivitas penterjemahan berbagai bidang ilmu. Ini dibuktikan dengan adanya bait al-Hikmah yang didirikan oleh khalifah al-Ma'mun sebagai pusat penterjemahan
  • Kestabilan politik dan keuangan dinasti Abbasiyah. Sebagian besar keuangan dimanfaatkan untuk bidang pengetahuan. Dan kekayaan khalifah Harun al-Rasyid kebanyakan dipergunakan untuk keperluan sosial, rumah sakit juga lembaga pendidikan


5. Ada banyak pemikiran/gagasan yang ditawarkan para tokoh pendidikan, kaitannya dengan pengemban pendidikan. Coba saudara jelaskan tentang gagasan/pemikiran Ibnu Sina dan Ibnu Jamaah kaitannya dengan kurikulum, tujuan, waktu, metode pengajaran ? Nilai positif apa yang dapat diambil dari kedua tokoh tersebut terkait dengan pelaksanaan pendidikan Nasional?
Jawab :

Gagasan pemikiran Ibnu Sina
Dalam sejarah pemikiran islam, Ibnu Sina di kenal sebagai intelektual muslim yang banyak mendapat gelar. Ia lahir pada tahun 370 H. bertepatan dengan tahun 980 M, di Afshana, suatu daerah yang terletak di dekat bukhara, di kawasan Asia Tengah.
Menurut Ibnu Sina, pendidikan atau pembelajaran itu menyangkut seluruh aspek pada diri manusia, mulai dari fisik, mental maupun moral.Menurut Ibnu Sina "Pendidikan tidak boleh mengabaikan perkembangan fisik dan apapun yang memiliki pengaruh terhadap perkembangan fisik seperti olahraga, makanan, minuman, tidur, dan kebersihan,"

Kaitannya denganKurikulum Pendidikan
Konsep Ibnu Sina tentang kurikulum  didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Untuk usia anak 3 sampai 5 tahun misalnya, menurut Ibnu Sina perlu diberikan mata pelajaran olahraga, budi pekerti, kebersihan, seni suara, dan kesenian.[24]
Pelajaran olahraga tersebut diarahkan untuk membina kesempurnaan pertumbuhan fisik si anak dan berfungsinya organ tubuh secara optimal. Sedangkan pelajaran budi pekerti diarahkan untuk membekali si anak agar memiliki kebiasaan sopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dengan pendidikan kebersihan diarahkan agar si anak memiliki kebiasaan mencintai kebersihan. Dan dengan pendidikan seni suara dan kesenian diarahkan agar si anak memiliki ketajaman perasaan dalam mencintai serta meningkatkan daya khayalnya sebagaimana telah disinggung di atas.
Selanjutnya kurikulum untuk usia 6 sampai 14 tahun menurut Ibnu Sina adalah mencakup pelajaran membaca dan menghafal al-qur'an, pelajaran agama, pelajaran sya'ir dan pelajaran olah raga.
Pelajaran membaca dan menghafal menurut Ibnu Sina berguna di samping untuk mendukung pelaksanaan ibadah yang memerlukan bacaan ayat-ayat al-Qur'an, juga untuk mendukung keberhasilan dalam mempelajari agama islam seperti pelajaran Tafsir Al-Qur'an, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan pelajaran agama lainnya yang sumber utamanya Al-qur'an. Selain itu pelajara membaca dan menghafal Al-Qur'an juga mendukung keberhasilan dalam mempelajari bahasa arab, karena dengan menguasai Al-Qur'an berarti ia telah menguasai kosa kata bahasa arab atau bahasa Al-qur'an. Dengan demikian penetapan pelajaran membaca Al-qur'an tampak bersifat startegis dan mendasar, baik dilihat dari segi pembinaan sebagai pribadi muslim, maupun dari segi pembentukan ilmuwan muslim, sebagaimana yang diperlihatkan Ibnu Sina sendiri. Sudah menjadi alat kebiasaan umat islam mendahulukan pelajaran Al-Qur'an dari yang lain-lain.
Selanjutnya kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas menurut Ibnu Sina mata pelajaran yang diberikan amat banyak jumlahnya, namun pelajaran tersebut perlu dipilih sesuai dengan bakat dan minat si anak. Ini menunjukkan perlu adanya pertimbangan dengan kesiapan anak didik. Dengan cara demikian, si anak akan memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran tersebut dengan baik. Ibnu Sina menganjurkan kepada para pendidik agar memilihkan jenis pelajaran yang berkaitan dengan keahlian tertentu yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya.

Kaitannya dengan Tujuan Pendidikan
Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, ibnu sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Ibnu Sina berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa'adat).
Melalui pendidikan jasmani olahraga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti di harapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dan dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya hayalnya.
Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang Insan Kamil  (manusia yang sempurna), yaitu manusia yang terbina seluruh potensi diinya secara seimbang dan menyeluruh. Selain harus mengenbangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah  di masyarakat.

Kaitannya dengan Metode Pengajaran
Konsep metode yang ditawarkan Ibnu Sina antara lain terlihat pada setiap materi pelajaran. Dalam setiap pembahasan materi pelajaran Ibnu Sina selalu membicarakan tentang cara mengajarkan kepada anak didik. Berdasarkan pertimbangan psikologinya, Ibnu Sina berpendapat bahwa suatu materi pelajaran tertentu tidak akan dapat dijelaskan kepada bermacam-macam anak didik dengan satu cara saja, melainkan harus dicapai dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Metode pengajaran tersebut diatas terdapat empat ciri penting, yakni:
uraian tentang berbagai metode tersebut memperlihatkan adanya keinginan yang besar dari ibnu sina terhadap keberhasilan pengajaran.
setiap metode yang ditawarkannya selalu dilihat dalam presfektif kesesuaiannya dengan bidang studi yang diajarkannya serta tingkat usia peserta didik.
metode pengajaran yang ditawarkan Ibnu Sina juga selalu memperhatikan minat dan bakat si anak didik.
metode yang ditawarkan ibnu Sina telah mencakup pengajaran yang menyeluruh mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai dengan tingka perguruan tinggi.[25]

Gagasan Pemikiran Ibnu Jama'ah
Konsep pendidikan yang dikemukakan Ibnu Jama'ah (639 -733 H) secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami' wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta'allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibnu Jama'ah ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

Materi Pelajaran / Kurikulum
Materi pelajaran yang dikemukakan Ibnu Jama'ah terkait dengan tujuan belajar, yaitu semata-mata menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT, dan tidak untuk kepentingan mencari dunia atau materi. Sejalan dengan tujuan tersebut diatas, maka materi pelajaran yang diajarkan harus dikaitkan dengan etika dan nilai-nilai spiritualitas. Ibnu Jama'ah lebih menitikberatkan pada kajian materi keagamaan. Hal ini antara lain terlihat pada pandangannya mengenai urutan matrei yang dikaji sangat menampakkan materi-materi keagamaan. Urutan mata pelajaran yang dikemukakan Ibnu Jama'ah adalah pelajaran Al-quran, tafsir, hadits, ulum al-hadits, ushul al-fiqh, nahwu dan shorof. Menurut Ibnu jama'ah, bahwa kurikulum yang penting dan mulia haruslah didahulukan dengan kurikulum lainnya. Ini artinya bahwa peserta didik dapat melakukan kajian terhadap kurikulum diatas secara sistematik.[26]Ibnu Jama'ah memprioritaskan kurikulum Al-Qur'an dari pada yang lainya. Mengedepankan kurikulum ini agaknya tepat. Karena sebagaimana pendapat Muhammad Faisal Ali Sa'ud, kurikulum Al-Qur'an merupakan ciri yang membedakan antara kurikulum pendidikan Islam dengan pendidikan lainya. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan Al-Qur'an Al-Karim, dan ditambah dengan Al-Hadits untuk melengkapinya.[27]

Metode Pengajaran
Konsep Ibnu Jama'ah tentang metode pengajaran banyak ditekankan pada hafalan ketimbang dengan metode lain. Metode hafalan memang kurang memberikan kesempatan pada akal untuk mendayagunakan secara maksimal proses berfikir, akan tetapi, hafalan sesungguhnya menantang kemampuan akal untuk selalu aktif dan konsentrasi dengan pengetahuan yang didapat. Selain metode ini, beliau juga menekankan tentang pentingnya menciptakan kondisi yang mendorong kreativitas para siswa, menurut beliau kegiatan belajar tidak digantungkan sepenuhnya kepada pendidik, untuk itu perlu diciptakan peluang-peluang yang memungkinkan dapat mengembangkan daya kreasi dan daya intelek peserta didik.

Nilai-nilai Positif
Mengajarkan kepada kita bahwa pendidikan itu harus memiliki konsep yang jelas
Setiap gagasan dari kedua tokoh diatas mengenai kurikulum, tujuan, metode pengajaran masih relevan dengan tuntutan zaman sehingga masih cocok untuk diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan
Menjadi guru yang baik adalah yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka masam, sopan santun, dan suci murni.
Penjurusan-penjurusan dalam bidang-bidang tertentu sehingga peserta didik mempunyai keahlian tertentu

Referensi :
[1] Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang, 1995 hal.1
[2] Zuhairini,dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:1992 hal.1-2
[3] Asrahah, Hanun, Sejarah Pendidkan Islam, Jakarta:Logos Wavana Ilmu,1999 hal.8
[4] Suhartini, Andewi, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Dirjen Pendidikan Islam Departemen Agama, 2009 hal.3
[5] Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996. hal 25
[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4. hal 4
[7] Suhartini, Andewi, Sejarah Pendidikan Islam................ hal 5
[8] Drajat, Zakiah. Ilmu Pendidikan……., hal 25
[9] Mansur dan Mahfud Junaidi, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2005 hal 2
[10] Zuhairini,dkk.,SPI, ............... hal.10&12
[11] Scrib document. Manfaat sejarah Pendidikan Islam
[12] Zuhairini,dkk.,SPI, ............... hal. 12-13
[13] Mansur dan Mahfud Junaidi, Sejarah Pendidikan................. hal 22
[14] Mansur dan Mahfud Junaidi, Sejarah Pendidikan................. hal 25
[15] Mansur dan Mahfud Junaidi, Sejarah Pendidikan................. hal 27
[16] Mansur dan Mahfud Junaidi, Sejarah Pendidikan................. hal 28
[17] Zuhairini,dkk.,SPI, ............... hal. 18
[18] Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Setia hal 5-6
[19] Zuhairini,dkk.,SPI, ............... hal. 44-67
[20] Karsidjo Djojosuwarno, Sejarah dan Filsafat Pendidka Islam, Jakarta: Bulan Bintang 1981 hal 387
[21] Mansur, Rekonstruksi SPI diIndonesia: Depag RI Dirjend Kelembagaan Agama Islam, 2005, hal. 21-27
[22] Nata, Abuddin, Prof. Dr. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004, cet-1, hal. 170
[23] A. Syalabi, loc.cit, hal.98
[24] Ibn Sina, Kitab As-Syiasah Fi attarbiyah, Mesir: majalah Al-Masyrik, 1906 hal.1076
[25] http://dakir.wordpress.com/2009/07/30/konsep-pendidikan-ibnu-sina/
[26] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta (Raja Grafindo Persada , 2001)h.115-120
[27] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994 hal. 65

Tidak ada komentar:

Posting Komentar